Tuesday, December 21, 2010

Keringat Ayah

Aku ingat ketika kecil aku sering menunggu ayahku pulang. Saat kelihatan sosok beliau dari kejauhan, aku berlari menghampiri dan beliau menuntun tanganku sambil berjalan bersisian. Kenangan itu selalu teringat dalam benakku. Meski tak lama aku menikmati saat-saat itu karena beliau lebih sering bekerja jauh dari kami setelah itu. Ayah lebih sering bekerja di luar kota bahkan di luar negeri.

Saat kecilku, aku kehilangan sosok ayah yang dapat kujadikan tempat belajar dan mengadu. Seringkali kucari-cari bayangnya dalam lamunanku. Ada saat-saat aku membutuhkan orang untuk berbicara sebagai sesama lelaki yang tak bisa aku lakukan dengan ibu. Ada saat-saat aku ingin belajar menjadi seorang lelaki. Saat-saat itu aku harus atasi sendiri.



Tapi aku selalu membanggakanmu. Aku memandangmu sebagai sosok yang hebat meski tak pernah terucap dari mulutku. Kau juga tampak menyembunyikan banggamu pada diriku.Aku bisa melihat saat aku lulus masuk perguruan tinggi negeri. Kau fotokopi ukuran besar koran yang mencantumkan namaku sampai lebih dari satu lembar. Waktu aku telah jadi sarjana dan pertama kali bekerja formal, kau tersenyum melihat aku pergi bekerja setiap pagi.

Tak ada sesuatu yang spesial yang pernah kuucapkan untukmu. Tak pernah ada kado istimewa yang pernah kuberi untukmu. Aku memang tak pandai menunjukkan banggaku padamu dan tak pandai berterima kasih padamu. Tapi aku akan selalu menghargai tetesan keringatmu yang kau relakan demi kami. Waktu-waktumu yang kau habiskan tuk mencari nafkah bagi kami.

Aku bangga padamu Ayah. Takkan pernah hilang kebanggaan dan terima kasihku padamu. Meski kau tak pernah tahu karena tak terucap dari bibirku.

Catatan:
Tulisan ini dibuat untuk mengenang jasa ayah yang selalu mengasihi anak-anaknya meski tak selalu dengan kelembutan yang diberi ibu.